Minggu, 03 September 2017

Muntahal Jumu', Puncaknya Isim Jamak (bag. 1)


Ketahuilah bahwa isim ghairu munsharif merupakan cabang dari isim munsharif. Ada 9 faktor yang menyebabkan dia tidak bisa dimasuki tanwin, yang kesemuanya merupakan cabang dari yang lainnya: wazan fi’il adalah cabang wazan isim, shifat adalah cabang dari maushuf, ta’nits adalah cabang tadzkir, alif nun juga cabang karena serupa dengan tanda ta’nits karena tidak bisa menerima tanda ta’nits sehingga tidak pernah dijumpai عطشانة وسكرانةsebagaimana tidak ada kata: حمراة وصفراة, ta’rif adalah cabang tankir, ‘ujmah adalah cabang ‘arabiyyah, jamak adalah cabang mufrod, ‘adal adalah cabang ma’dul, dan tarkib adalah cabang mufrod. Jika terpenuhi 2 sebab saja dari 9 sebab di atas maka jadilah isim tersebut mirip dengan fi’il sehingga tidak bisa dimasuki tanwin.[1] Akan kita bahas satu persatu isim ghairu munsharif, bi idznillah. Pada kesempatan kali ini insya Allah akan kita bahas shighah muntaha al-jumu’ terlebih dahulu.
  
صيغة منتهى الجموع Shighah Muntahal Jumu’
        A.  Definisi
Kata صيغة berwazan فِعْلَة merupakan mashdar hai’ah[2] dari fi’il صاغ-يصوغ. Misalnya dalam kalimat صاغ الكلامَ maknanya adalah رتّبه وهيّأه (merangkai dan membentuk kalimat).[3] Berdasarkan wazan tersebut, semestinya dibaca صِوْغَة, namun dikarenakan sebelumnya berharakat kasrah maka huruf “wawu” diganti dengan huruf “ya” untuk memudahkan bacaan.[4] Maka secara bahasa, صيغة bermakna هيئة (bentuk).[5] Adapun menurut istilah nahwu, صيغة bermakna penulisan kata yang terdiri dari huruf asal dan huruf tambahan dan pembentukan kata tersebut setelah disusun huruf-hurufnya dan dilafadzkan beserta harakatnya.[6]
Kata مُنتَهى berwazan مُفتَعَل merupakan mashdar mimi[7] dari fi’il انتهى-ينتهي. Misalnya dalam kalimat انتهى الشيءُ maknanya adalah بلغ نهايتَه (telah sampai batasnya).[8] Dan sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an:
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى  عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهَى (النجم: 13-14)
“Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain,  yaitu  di Sidratil Muntaha” (Q.S. an-Najm: 13-14)
Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- menjelaskan:
سميت سدرة المنتهى لأن علم الملائكة ينتهي إليها ولم يجاوزها أحد إلا رسول الله صلى الله عليه وسلم
“Dinamakan sidratul muntaha (pohon puncak), karena ilmu malaikat puncaknya sampai di sini. Tidak ada yang bisa melewatinya, kecuali Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”[9]
Sehingga makna مُنتَهى adalah غاية و نهاية (puncak dan batas akhir).[10]
Sedangkan kata الجموع merupakan jama’ taksir[11] dari kata الجَمع, berwazan فُعول yang termasuk ke dalam wazan jama’ katsroh.[12] Yang dimaksud dengan الجموع di sini adalah جُموع التكسير.
Dari arti kata di atas maka dapat kita simpulkan bahwa secara bahasa صيغة منتهى الجموع bermakna “bentuk terakhir dari bentuk-bentuk jama’ taksir”. Dinamakan demikian dikarenakan bentuk ini tidak boleh dijamak lagi setelahnya, inilah salah satu sebab yang membuat dia berbeda dengan bentuk jama’ taksir yang lain.[13]


Rizki Gumilar
di Kampung Santri



[1] Asror al-‘arabiyyah: 161-162
[2] Mashdar Hai’ah adalah mashdar yang menunjukkan bentuk terjadinya suatu perbuatan dan dia dibentuk dari fi’il tsulatsi dengan wazan فِعْلَة, seperti: أكل إكلةَ النَّهِم “dia makan dengan lahap”. (mu’jam al-auzan ash-shorfiyyah: 246)
[3] Mu’jam al-lughah al-‘arabiyyah al-mu’ashirah: 1335
[4] Ash-Shihah taaju al-lughah wa shihah al-‘arabiyyah: 1324
[5] Al-Munjid fii al-lughah wa al-adab wa al-‘ulum: 440
[6] Mu’jam lughah an-nahwi al-‘arabi: 342
[7] Mashdar Mimi adalah mashdar yang diawali dengan huruf mim tambahan, untuk fi’il ghairu tsulatsi wazannya mengikuti wazan isim maf’ul. (syadzaa al-‘arfi fii fanni ash-sharfi: 81)
[8] Al-Qomus al-muhith: 1341
[9] Ta’liqat ‘ala Shahih Muslim: 1/145
[10] Al-Mu’jam al-wasith: 960
[11] Jama’ Taksir adalah jama’ yang berubah dari bentuk tunggalnya atau tidak tersusun dari bentuk tunggalnya.  (mausu’ah ‘ulum al-lughah al-‘arabiyyah: 5/59)
[12] Jama’ Katsroh adalah jama’ yang menunjukkan bilangan lebih dari 10. (mausu’ah ‘ulum al-lughah al-‘arabiyyah: 5/60)
[13] Mausu’ah ‘ulum al-lughah al-‘arabiyyah: 6/162-163


6 komentar:

  1. Masya Allah,artikel yg sangat bermanfaat bagi para pelajar bahasa arab,afwan minta ijin donlod unuk belajar

    BalasHapus
  2. Nadwa Abu Kunaiza16 Juni 2020 pukul 21.09

    Dengan senang hati

    BalasHapus
  3. Alhamdulillah, saya suka sekali mmbc isi blognya ustdz....byk nambah ilmu baru..

    BalasHapus
  4. Wazan" yg termasuk sighoh muntahal jumu' , ada brp yaa ustadz? Mohon disebutkan beserta contohnya , buat kami belajar

    Jazaakallooh khoiron

    BalasHapus
  5. Makasih ilmu yang ada di galeri ini

    BalasHapus