Ulama berselisih
pendapat mengenai hal ini, setidaknya terbagi menjadi 3 pendapat:
Pertama, ia
tetap ghoiru munshorif meskipun illat nya sudah hilang, sebagaimana disampaikan
oleh Zamakhsyari (538H):
فإن لم تكن العلمية في ذلك الاسم سببًا لمنع
الصرف لا يصير منصرفًا بزوالها كمساجد
Jika illatnya
bukan ‘alam yang menjadikannya mamnu’ minash shorf maka ia tidak akan menjadi
munshorif karena kehilangan illatnya, seperti masajida (Syarhul Anmudzaj: 73-74).
Begitu juga
secara dzhohir perkataan Ibnu Malik (672H) mengarah kesana:
الصرف تنوين أتى مبينا معنى به يكون الاسم أمكنا
Shorf adalah
tanwin yang muncul sebagai penjelas makna, bahwasanya isimnya munshorif (syarah
alfiyyah, Ibnu Aqil: 2/293) maka meskipun isim ghoiru munshorif dimasuki “al”
atau mudhof tetap dihukumi ghoiru munshorif karena tidak dimasuki tanwin.
Kedua, ketika
dimasuki “al” atau mudhof ia tidak masuk kepada munshorif juga tidak ghoiru
munshorif, sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Jinni (392H):
ومن ذلك ما كان فيه اللام أو الإضافة... فهذه
الأسماء كلها وما كان نحوها لا منصرفة ولا غير منصرفة
Isim yang
bersambung dengan lam atau idhofah… semuanya atau yang semisal ini, tidaklah
masuk munshorif tidak juga ghoiru munshorif (al-Khashaish: 357). Hal ini
dikarenakan pengaruh aqidahnya mu’tazilah yang meyakini prinsip manzilah baina
manzilatain.
Ketiga, ia bisa
menjadi munshorif, misalnya dengan dimasuki “al” dan mudhof, sebagaimana
perkataan al-Mubarrid (285H):
فلما أضيفت وأدخل عليها الألف واللام باينت
الأفعال وذهب شبهها بها فرجعت إلى الإسمية الخالصة
Ketika ghoiru
munshorif diidhofahkan atau diberi alif lam maka jelaslah perbedaannya dengan
fi’il, maka kembalilah ia menjadi isim yang murni (munshorif) (al-Muqtadhob:
3/313)
Begitu juga az-Zajjaj
(311H):
واعلم أن جميع ما لا ينصرف إذا أدخلت فيه
الألف واللام انصرف... وكذلك إذا أضفت ما لا ينصرف انصرف... لا اختلاف بين
النحويين فيما وصفنا.
Ketahuilah bahwa
semua ghoiru munshorif jika diberi alif lam menjadi munshorif… begitu juga ketika
diidhofahkan… tidak ada perselisihan diantara ulama nahwu mengenai pernyataan
kami ini (Maa Yanshorif Wa Maa Laa Yanshorif: 6). Yang dimaksud nahwiyyin
disini adalah ulama klasik, yakni di masa beliau dan sebelumnya.
Begitu juga az-Zajjaji
(337H):
فإن أدخلتَ على جميع ما لا ينصرف
"الألف واللام" أو أضفتَه انصرف
Jika kamu
masukkan “al” kepada semua ghoiru munshorif atau memudhofkannya maka ia
munshorif (al-Jumal: 220)
As-Sirofi (368H)
juga mengatakan demikian:
إن سأل سائل فقال: إذا كان الاسم الذي لا ينصرف، متى دخل عليه الألف
واللام أو أضيف، انصرف؟ لأنه بالإضافة والألف واللام يخرج عن شبه الفعل
jika ada yang bertanya: mengapa ketika isim ghoiru
munshorif dimasuki alif lam atau dimudhofkan ia munshorif? Karena idhofah dan
alif lam mengeluarkannya dari syibhul fi’li (Syarah al-Kitab: 1/169)
Perkataan Ibnul
Hajib (646H) juga mengarah kesana:
لم انصرف ما لا ينصرف إذا دخلته اللام أو الإضافة، والعلتان باقيتان
كنحو: الأحمر وأحمركم، فإن الصفة ووزن الفعل باقية؟
Mengapa ghoiru munshorif menjadi munshorif ketika dimasuki
“lam” atau idhofah, padahal kedua illatnya masih ada, seperti al-ahmar dan ahmarukum,
maka sifat dan wazan fi’ilnya masih ada? (Amali Ibnil Hajib:
2/791)
Mana dari
ketiga pendapat tersebut yang paling rajih?
Imam Suyuthi (911H)
merajihkan pendapat ketiga dengan ucapannya:
والمختار وفاقا للمبرد والسيرافي وابن
السراج والزجاجي صرفه
Yang lebih
tepat sesuai dengan pendapat al-Mubarrid, as-Sirafi, Ibnu Sarraj, dan Zajjaji,
yakni ia munshorif (Ham’ul Hawami’: 1/83).
Dan jika kita
melihat perkataan mereka, adanya kesepakatan bahwa penyebab berubahnya menjadi
munshorif adalah karena hilangnya kemiripan dengan fi’il ketika bersambung
dengan “al” dan idhofah. Bahkan tidak hanya terbatas dengan 2 sebab tersebut, tetapi
juga factor-faktor lain yang menyebabkan ia berbeda dengan fi’il akan
membuatnya munshorif. Seperti:
Ketika sifat
berwazan fi’il dijadikan nama seseorang maka ia munshorif, misalnya أحمر sebagaimana disampaikan oleh Akhfasy (215H):
إن سميت به رجلًا فهي منصرفة
Jika seseorang
dinamakan Ahmar maka ia munshorif (al-Muqtadhob: 3/377)
Begitu juga beberapa
ketika dibuat tashghir menjadi munshorif seperti عمير sebagaimana
disampaikan oleh ash-Shobban (1206H) (Hasyiah ash-Shobban: 3/405).
Begitu juga
ketika ghoiru munshorif pada kondisi ringan, yakni terdiri dari 3 huruf dan
tengahnya sukun, seperti pada ‘alam muannats dan ‘ajam maka boleh munshorif
(al-Mamnu’ Minash Shorf: 180)
Begitu juga
dalam ayat:
إِنَّا
أَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ سَلَاسِلَ وَأَغْلَالًا وَسَعِيرًا (الأنسان: 4)
Imam Nafi’, ‘Ashim,
al-Kisai, Ibnu Katsir, dll membaca سَلَاسِلًا dengan
tanwin padahal ia shighoh muntahal jumuk karena setelahnya munshorif (Mu’jam al-Qiroat
al-Qur’aniyyah: 8/19)
Jika ada yang
mengatakan, bukankah ketika dimasuki “al” dan idhofah isim-isim tersebut tetap
tidak bertanwin?
Maka kita
jawab: bagaimana mungkin ia bisa bertanwin padahal kondisinya ketika itu
dihalangi oleh “al” dan idhofah? Sebagaimana disampaikan oleh as-Sirofi ketika
menjelaskan perkataan Sibawaih:
وقوله: "فأمنوا التنوين" يعني
بدخول الألف واللام والإضافة أمنوا أن يكون في الاسم تنوين مقدر
Perkataan Sibawaih:
“mereka mengamankan tanwin” maknanya adalah masuknya alif lam dan idhofah
menghalangi isim tersebut untuk bertanwin (Syarah al-Kitab: 1/171)
Begitu juga
Ibnul Fakhkhar mengatakan:
فمن ثم جرى مع الألف واللام والإضافة الحكم
الذي يجري مع التنوين
Maka dari itu karena
ia “al” dan idhofah menghalangi tanwin, maka ia dihukumi sebagaimana hukum tanwin
(munshorif) (syarah al-jumal: 894)
Sebagaimana الرجل dan الكتاب juga dihukumi
munshorif padahal ia tidak bertanwin, maka المساجد juga dihukumi
munshorif. Wallahu A’lam.
Abu Kunaiza
Di Kampung
Senja (Ghurub)
Assalaamu'alaikum. Warohmatullaahi. Wabarokaatuh. Ustadz sy mau bertanya bagaimana dengan kata زعفران bukan trmasuk goir munshorif?
BalasHapuskarena wazannya dan ia bukan sifat
Hapusmau tanya, bukankah seperti lafadz أحمر itu meski dia bukan sifat lagi, tapi status seharusnya tetap ghoiru munshorif karena menjadi nama dan wazan fiil?
BalasHapusPersis seperti yang disampaikan oleh Zamaksyari diatas
HapusTrimkasih atas ilmunya ustad.. semoga antum dipanjangkan umurnya dan bertambah ilmunya..
BalasHapus