Selasa, 06 November 2018

Haruskah Seorang Da’i Bisa Bahasa Arab??




Awalnya tidak ingin saya terlibat dalam topik ini karena saya sendiri merasa bukan seorang da’i. Namun karena ini menyangkut bahasa Arab, dan banyaknya perdebatan di medsos yang diantaranya ada beberapa komentar yang menggelitik hati saya, akhirnya saya pun “tergoda” untuk ikut beropini. Diantara komentar yang membuat saya senyum-senyum sendiri:

“antum tinggal di kota besar enak.. lah kalau di kampung atau daerah pedalaman, susah cari orang yg fasih berbahasa Arab.. Mereka tetap punya kewajiban untuk mengajarkan islam semampunya.”

“Karena sdh maklum. Kewajiban dakwah itu hanya sebatas kemampuan. Kalo bisanya cuma faham satu ayat, maka dia dianjurkan menyampaikan ayat tersebut. Tidak harus bisa bahasa arab. Tidak bisa bahasa arab juga bukan berarti buta sama sekali dgn bahasa arab.”

        Sebelum menanggapi komentar-komentar diatas, ada baiknya kita tahu terlebih dahulu seberapa pentingkah bahasa Arab bagi seorang da’i, menurut para ulama.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية: "لا بد في تفسير القرآن والحديث من أن يعرف ما يدل على مراد الله ورسوله من الألفاظ وكيف يُفهم كلامُه... فإن عامة ضلال أهل البدع، كان بهذا السبب."  (الإيمان: 111)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dalam menafsirkan al-Qur’an dan al-Hadits harus dengan mengetahui maksud Allah dan Rasul-Nya yang terkandung pada lafadz-lafadznya dan bagaimana cara agar Kalam-Nya bisa dipahami... karena umumnya kesesatan ahlul bida’ disebabkan oleh hal ini.”
قال الشاطبي: "الاجتهاد إن تعلق بالاستنباط من النصوص، فلا بد من اشتراط العلم بالعربية" (الموافقات: 5/124)
Asy-Syathibi berkata: “ijtihad jika berkaitan dengan membuat keputusan dari teks maka syaratnya harus mengetahui bahasa Arab.”
قال الألباني: "ولا سبيل إلى كتاب الله وسنة رسوله إلا عن طريق العربية" (حياة الألباني وآثاره وثناء العلماء عليه: 1/48)
Al-Albani berkata: “Tidak jalan lain untuk mencapai al-Qur’an dan as-Sunnah kecuali melalui jalan bahasa Arab.”
قال مجاهد: "لا يحل لأحد يؤمن بالله واليوم الآخر أن يتكلم بكتاب الله إذا لم يكن عالمًا بلغات العرب" (البرهان في علوم القرآن: 1/292)
Mujahid berkata: “tidak halal bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berbicara dengan Kitabullah jika dia bukanlah ‘alim dalam bahasa Arab.”

Dan masih banyak lagi qoul ulama mengenai wajibnya mempelajari bahasa Arab bagi setiap muslim umumnya, dan bagi para da’i khususnya. Namun bahasa Arab yang mana yang perlu dipelajari oleh seorang da’i? Apakah perlu dipelajari semua disiplin ilmunya, seperti nahwu-nya, shorof-nya, balaghoh-nya, naqd adabi-nya, ashwat-nya, ma’ani-nya, ‘arudh dan qowafi-nya, ‘ilal-nya, dst....?
Atau juga perlu dipelajari semua kifayah lughowiyyah-nya, yaitu 3 unsur (shout, mufrodat, tarkib) dan 4 maharot lughoh (istima’, kalam, qiroah, kitabah)?
Kita simak perkataan para ulama berikut:
قال الشوكاني: "الشرط الثالث أي من شروط المجتهد: أن يكون عالمًا بلسان العرب" (مقدمة ابن خلدون: 522)
Asy-Syaukani berkata: “Syarat ketiga dari syarat-syarat seorang mujtahid adalah ‘alim dalam bahasa Arab.”
في شروط المجتهد: "علم العربية: لغة، ونحوًا، وتصريفًا، ...وليس عليه أن يبلغ مبلغ الخليل بن أحمد" (الإبهاج في شرح المنهاج: 3/255)
Diantara syarat mujtahid: “ilmu bahasa Arab, mencakup linguistik, nahwu, shorof,... dan tidak harus baginya mencapai tingkatan al-Khalil bin Ahmad.”
قال  الشيخ عبد الكريم زيدان: "إنما كان تعلم اللغة العربية على هذا الوجه ضروريًا للمجتهد، لأن نصوص الشريعة وردت بلسان العرب فلا يمكن فهمها واستفادة الأحكام منها إلا بمعرفة اللسان العربي على نحو جيد... ولكن لا يشترط في المجتهد أن يعرف اللغة معرفة أئمتها والمشهورين فيها، وإنما يكفيه منها القدر اللازم لفهم النصوص الشرعية فهمًا سليمًا ويمكنه من معرفة المراد منها." (الوجيز في أصول الفقه: 402)
Syaikh Abdul Karim Zaidan berkata: “Pada kondisi kondisi ini belajar bahasa Arab adalah suatu hal yang urgen bagi seorang mujtahid, karena semua teks syariat menggunakan bahasa Arab maka mustahil bisa memahaminya dan mengambil manfaat hukum-hukum darinya kecuali dengan memahami bahasa Arab dengan baik... akan tetapi tidak disyaratkan baginya mengetahui bahasa Arab dengan pengetahuan para pakar bahasa Arab atau yang bergelut di bidangnya. Cukup baginya sebatas untuk memahami teks-teks syariat dengan pemahaman yang lurus dan mengetahui maksud yang terkandung di dalamnya.”
قال أبو البركات الأنباري: "إن المجتهد لو جمع جمع العلوم لم يبلغ مرتبة الإجتهادحتى يعلم من قواعد النحو" (لمع الأدلة: 95)
Abul Barokat al-Anbari berkata: “Seandainya seorang mujtahid mampu mengumpulkan semua disiplin ilmu, tidak adakan mencapai martabat ijtihad hingga ia mengetahui kaidah nahwu”
قال المازني: "عليك بالنحو، فإن بني إسرائيل كفرت بحرف ثقيل خففوه. قال الله عز  وجل لعيسى عليه السلام: "إنّي ولّدتُك" فقالوا: "إنّي ولدتُك" فكفروا..."  (شأن الدعاء: 19-20)
Al-Mazini berkata: “wajib bagimu mempelajari nahwu, karena bani Israil menjadi kafir disebabkan huruf berat yang mereka ringankan, Allah berfirman kepada Isa ‘alaihis salam: “Aku menciptakanmu” namun mereka mengatakan: “Aku melahirkanmu”, maka merekapun kafir...”

Diantara perkataan para ulama diatas, adakah disebutkan bahwa seorang da’i harus bisa lancar berbahasa Arab cas cis cus?
Adakah da’i itu harus pandai bersyair dengan ketentuan ‘arudh dan qowafi-nya?
Adakah da’i itu harus mahir menulis dengan seluruh khot-nya dan mengarang indah menggunakan bahasa Arab?
Adakah da’i itu harus menguasai seluruh kosakata bahasa Arab hingga menghafal mu’jam lisanul ‘arob?
Adakah da’i itu harus peka dengan setiap perkataan orang Arab dan mampu melafalkan lafadz-lafadznya dengan fasih?
Tidak ada sama sekali...
Maka perlu dipahami bahwa tujuan mempelajari bahasa Arab itu ada 2 tipe: tujuan umum, dan tujuan khusus. Tujuan umum itu bagi mereka yang hendak mempelajari bahasa Arab secara keseluruhan. Adapun tujuan khusus itu hanya untuk mereka yang ingin mempelajari bahasa Arab pada bagian-bagian tertentu saja. Misal bagi tenaga asing yang hendak bekerja di Arab Saudi maka dia akan mempelajari bagian istima’ dan kalam saja, atau bagi mahasiswa jurusan adab maka dia akan mempelajari naqd adabi saja, dst. Begitu juga bagi para da’i yang hendak mempelajari bahasa Arab, tujuan mereka adalah tujuan khusus, disesuaikan dengan objek kajian mereka. Sebagaimana para ulama menyebutkan diatas bahwa objek kajian da’i itu adalah teks-teks syariat, maka mereka hanya butuh qowa’id untuk memahaminya, khususnya nahwu.
Maka sungguh sangat lucu ketika ada mereka yang komentar bahwa sulit sekali mencari da’i yang bisa fasih berbahasa Arab.... terus untuk apa juga harus fasih ngomong bahasa Arab? Apakah itu solusi yang dibutuhkan umat di negeri kita ini? cobalah berfikir dengan jernih. Yang bukan da’i jangan baper ya... khusus untuk opini saya ini, saya terima kritik pedas sepedas-pedasnya, level 30 juga boleh...


Abu Kunaiza
Riyadh