Awalnya tidak
ingin saya terlibat dalam topik ini karena saya sendiri merasa bukan seorang da’i.
Namun karena ini menyangkut bahasa Arab, dan banyaknya perdebatan di medsos
yang diantaranya ada beberapa komentar yang menggelitik hati saya, akhirnya saya
pun “tergoda” untuk ikut beropini. Diantara komentar yang membuat saya senyum-senyum
sendiri:
“antum
tinggal di kota besar enak.. lah kalau di kampung atau daerah pedalaman, susah
cari orang yg fasih berbahasa Arab.. Mereka tetap punya kewajiban untuk
mengajarkan islam semampunya.”
“Karena
sdh maklum. Kewajiban dakwah itu hanya sebatas kemampuan. Kalo bisanya cuma
faham satu ayat, maka dia dianjurkan menyampaikan ayat tersebut. Tidak harus
bisa bahasa arab. Tidak bisa bahasa arab juga bukan berarti buta sama sekali
dgn bahasa arab.”
Sebelum menanggapi komentar-komentar
diatas, ada baiknya kita tahu terlebih dahulu seberapa pentingkah bahasa Arab
bagi seorang da’i, menurut para ulama.
قال شيخ الإسلام ابن
تيمية: "لا بد في تفسير القرآن والحديث من أن يعرف ما يدل على مراد الله
ورسوله من الألفاظ وكيف يُفهم كلامُه... فإن عامة ضلال أهل البدع، كان بهذا
السبب." (الإيمان:
111)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
berkata: “Dalam menafsirkan al-Qur’an dan al-Hadits harus dengan mengetahui
maksud Allah dan Rasul-Nya yang terkandung pada lafadz-lafadznya dan bagaimana
cara agar Kalam-Nya bisa dipahami... karena umumnya kesesatan ahlul bida’
disebabkan oleh hal ini.”
قال الشاطبي:
"الاجتهاد إن تعلق بالاستنباط من النصوص، فلا بد من اشتراط العلم
بالعربية" (الموافقات: 5/124)
Asy-Syathibi berkata: “ijtihad
jika berkaitan dengan membuat keputusan dari teks maka syaratnya harus mengetahui
bahasa Arab.”
قال الألباني: "ولا
سبيل إلى كتاب الله وسنة رسوله إلا عن طريق العربية" (حياة الألباني وآثاره
وثناء العلماء عليه: 1/48)
Al-Albani berkata: “Tidak jalan
lain untuk mencapai al-Qur’an dan as-Sunnah kecuali melalui jalan bahasa Arab.”
قال مجاهد: "لا يحل
لأحد يؤمن بالله واليوم الآخر أن يتكلم بكتاب الله إذا لم يكن عالمًا بلغات العرب"
(البرهان في علوم القرآن: 1/292)
Mujahid berkata: “tidak halal
bagi seorang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berbicara dengan
Kitabullah jika dia bukanlah ‘alim dalam bahasa Arab.”
Dan masih banyak lagi qoul
ulama mengenai wajibnya mempelajari bahasa Arab bagi setiap muslim umumnya, dan
bagi para da’i khususnya. Namun bahasa Arab yang mana yang perlu dipelajari
oleh seorang da’i? Apakah perlu dipelajari semua disiplin ilmunya, seperti
nahwu-nya, shorof-nya, balaghoh-nya, naqd adabi-nya, ashwat-nya, ma’ani-nya, ‘arudh
dan qowafi-nya, ‘ilal-nya, dst....?
Atau juga perlu dipelajari semua
kifayah lughowiyyah-nya, yaitu 3 unsur (shout, mufrodat, tarkib) dan 4 maharot
lughoh (istima’, kalam, qiroah, kitabah)?
Kita simak perkataan para ulama
berikut:
قال الشوكاني: "الشرط
الثالث أي من شروط المجتهد: أن يكون عالمًا بلسان العرب" (مقدمة ابن خلدون:
522)
Asy-Syaukani berkata: “Syarat
ketiga dari syarat-syarat seorang mujtahid adalah ‘alim dalam bahasa Arab.”
في شروط المجتهد:
"علم العربية: لغة، ونحوًا، وتصريفًا، ...وليس عليه أن يبلغ مبلغ الخليل بن
أحمد" (الإبهاج في شرح المنهاج: 3/255)
Diantara syarat mujtahid: “ilmu
bahasa Arab, mencakup linguistik, nahwu, shorof,... dan tidak harus baginya
mencapai tingkatan al-Khalil bin Ahmad.”
قال الشيخ عبد الكريم زيدان: "إنما كان تعلم
اللغة العربية على هذا الوجه ضروريًا للمجتهد، لأن نصوص الشريعة وردت بلسان العرب
فلا يمكن فهمها واستفادة الأحكام منها إلا بمعرفة اللسان العربي على نحو جيد...
ولكن لا يشترط في المجتهد أن يعرف اللغة معرفة أئمتها والمشهورين فيها، وإنما
يكفيه منها القدر اللازم لفهم النصوص الشرعية فهمًا سليمًا ويمكنه من معرفة المراد
منها." (الوجيز في أصول الفقه: 402)
Syaikh Abdul Karim Zaidan
berkata: “Pada kondisi kondisi ini belajar bahasa Arab adalah suatu hal yang
urgen bagi seorang mujtahid, karena semua teks syariat menggunakan bahasa Arab
maka mustahil bisa memahaminya dan mengambil manfaat hukum-hukum darinya
kecuali dengan memahami bahasa Arab dengan baik... akan tetapi tidak
disyaratkan baginya mengetahui bahasa Arab dengan pengetahuan para pakar bahasa
Arab atau yang bergelut di bidangnya. Cukup baginya sebatas untuk memahami
teks-teks syariat dengan pemahaman yang lurus dan mengetahui maksud yang
terkandung di dalamnya.”
قال أبو البركات
الأنباري: "إن المجتهد لو جمع جمع العلوم لم يبلغ مرتبة الإجتهادحتى يعلم من
قواعد النحو" (لمع الأدلة: 95)
Abul Barokat al-Anbari berkata:
“Seandainya seorang mujtahid mampu mengumpulkan semua disiplin ilmu, tidak
adakan mencapai martabat ijtihad hingga ia mengetahui kaidah nahwu”
قال المازني: "عليك
بالنحو، فإن بني إسرائيل كفرت بحرف ثقيل خففوه. قال الله عز وجل لعيسى عليه السلام: "إنّي
ولّدتُك" فقالوا: "إنّي ولدتُك" فكفروا..." (شأن
الدعاء: 19-20)
Al-Mazini berkata: “wajib bagimu
mempelajari nahwu, karena bani Israil menjadi kafir disebabkan huruf berat yang
mereka ringankan, Allah berfirman kepada Isa ‘alaihis salam: “Aku menciptakanmu”
namun mereka mengatakan: “Aku melahirkanmu”, maka merekapun kafir...”
Diantara perkataan para ulama
diatas, adakah disebutkan bahwa seorang da’i harus bisa lancar berbahasa Arab
cas cis cus?
Adakah da’i itu harus pandai
bersyair dengan ketentuan ‘arudh dan qowafi-nya?
Adakah da’i itu harus mahir menulis
dengan seluruh khot-nya dan mengarang indah menggunakan bahasa Arab?
Adakah da’i itu harus menguasai
seluruh kosakata bahasa Arab hingga menghafal mu’jam lisanul ‘arob?
Adakah da’i itu harus peka
dengan setiap perkataan orang Arab dan mampu melafalkan lafadz-lafadznya dengan
fasih?
Tidak ada sama sekali...
Maka perlu dipahami bahwa
tujuan mempelajari bahasa Arab itu ada 2 tipe: tujuan umum, dan tujuan khusus. Tujuan
umum itu bagi mereka yang hendak mempelajari bahasa Arab secara keseluruhan. Adapun
tujuan khusus itu hanya untuk mereka yang ingin mempelajari bahasa Arab pada
bagian-bagian tertentu saja. Misal bagi tenaga asing yang hendak bekerja di
Arab Saudi maka dia akan mempelajari bagian istima’ dan kalam saja, atau bagi
mahasiswa jurusan adab maka dia akan mempelajari naqd adabi saja, dst. Begitu juga
bagi para da’i yang hendak mempelajari bahasa Arab, tujuan mereka adalah tujuan
khusus, disesuaikan dengan objek kajian mereka. Sebagaimana para ulama
menyebutkan diatas bahwa objek kajian da’i itu adalah teks-teks syariat, maka
mereka hanya butuh qowa’id untuk memahaminya, khususnya nahwu.
Maka sungguh sangat lucu ketika
ada mereka yang komentar bahwa sulit sekali mencari da’i yang bisa fasih
berbahasa Arab.... terus untuk apa juga harus fasih ngomong bahasa Arab? Apakah
itu solusi yang dibutuhkan umat di negeri kita ini? cobalah berfikir dengan jernih.
Yang bukan da’i jangan baper ya... khusus untuk opini saya ini, saya terima
kritik pedas sepedas-pedasnya, level 30 juga boleh...
Abu Kunaiza
Riyadh
بارك الله ياأستاذي
BalasHapus👍
BalasHapus