Jumat, 22 Maret 2019

Mubtada Harus Ma'rifah



Nuhat mensyaratkan bahwa mubtada harus ma'rifah, karena lumrahnya ketika mengawali pembicaraan dengan sesuatu yang ma'ruf, sama-sama sudah diketahui oleh pembicara dan lawan bicara. Kemudian baru kita lanjutkan dengan informasi baru yang menerangkan mubtada yang disebut khobar. Khobar ini karena ia fungsinya menerangkan dan informasi baru bagi lawan bicara maka cukup dengan lafadz nakiroh. Dari sini kita tahu bahwa tujuan utama kalimat yang ingin disampaikan pembicara adalah khobar bukan mubtada. Karena khobar ini merupakan info baru bagi lawan bicara.

Misalnya:

المدرس جديد

"Eh guru itu baru loh..."

Coba perhatikan kalimat diatas, guru yang dimaksud sudah sama-sama diketahui oleh kedua belah pihak, bukan itu pesan utama yang ingin disampaikan oleh pembicara. Yang ingin disampaikan adalah kata setelahnya yaitu "baru". Karena itu merupakan info baru bagi lawan bicara.

Bagaimana jika mubtada-nya nakiroh?

Tidak mengapa, asalkan ia nakiroh mufidah maka tetap diletakkan di depan. Yang dimaksud dengan nakiroh mufidah adalah kata yang umum akan tetapi ada sesuatu yang membuat ia lebih khusus. Ada sekitar 40 jenis nakiroh mufidah, diantaranya nakiroh yang diberi sifat, atau diberi idhofah, atau didahului istifham atau nafi. Nakiroh mufidah ini dekat dengan isim ma'rifah sehingga ia bisa menjadi mubtada dan tetap diletakkan di depan.

Bagaimana jika mubtada-nya nakiroh saja tanpa mufidah?

Dalam kondisi ini maka terpaksa mubtada-nya harus mundur, dan khobar-nya didahulukan dengan kondisi ma'rifah dan majrur oleh huruf jarr atau dzhorof. Misalnya:

في المسجد رجل

Mengapa harus ditukar posisinya?
Mereka mengatakan karena kalau kita katakan:

رجل في المسجد

Akan dianggap na'at man'ut dan kalimatnya belum selesai.

Hmm... Masuk akal juga, tapi coba kita perhatikan baik-baik...

Kata المسجد disana sebetulnya ialah mubtada yang sebenarnya secara makna, sedangkan رجل adalah khobar. Berikut ini bukti-buktinya:

1. Kata المسجد ma'rifah, artinya masjid yang mana sudah diketahui bersama. Maka dari itu diletakkan di awal kalimat.

2. Kata رجل nakiroh karena fungsinya menjelaskan kata sebelumnya.

3. Bukan في المسجد pesan utama yang ingin disampaikan pembicara melainkan رجل yang ada di dalam masjid.

4. Banyak mubtada yang majrur didahului oleh huruf jarr, misalnya:

هل من خالقٍ غيرُ الله؟

5. Makna dari في المسجد رجل sama dengan makna المسجد فيه رجل.

Kesimpulan:
Meskipun nuhat mengatakan bahwa secara i'rob في المسجد adalah khobar dan رجل adalah mubtada, namun secara makna adalah kebalikannya.

Faedah dari guru kami, Abu Aus.

Abu Kunaiza

3 komentar:

  1. الحمد لله
    بارك الله فيكم
    وجزاكم الله خيرا

    BalasHapus
  2. Maubtada harus dari isim nakira

    BalasHapus
  3. Referensinya dari kitab apa kang

    BalasHapus