Minggu, 09 September 2018

Curahan Hati di Malam Hari


 
Sungguh miris sekali melihat praktek pengajaran bahasa Arab di negeri kita ini. Di saat bahasa asing lainnya diajarkan oleh para pengajar yang kompeten, maka bahasa Arab hanya diajarkan oleh ustadz-ustadz yang sebetulnya mereka tidak kompeten di bidangnya, hanya sebatas tahu bahasa Arab. Jadi seakan-akan bahasa Arab itu sekedar sampingan. Ketika kita mengajar materi aqidah, fiqih, tafsir, dll dianggap tidak profesional karena bukan bidang kita, mengapa mereka menutup mata dengan bahasa Arab?
Ketahuilah inilah yang membuat bahasa Arab kurang peminat. Seandainya pun ada yang berminat maka pasti mereka mencari yang gratisan, padahal untuk belajar bahasa Inggris mereka rela keluar uang hingga jutaan rupiah. Sungguh miris nasib bahasa Arab di negeri kita.
Pada dasarnya, ada 2 cara pengajar bahasa Arab dalam menyiapkan bahan ajar: dengan menyusunnya sendiri atau memilih dari buku panduan yang ada. Cara yang pertama ini lebih baik karena pengajar bisa menyesuaikan silabus berdasarkan kondisi murid yang dia hadapi, disamping itu juga pasti dia sudah menguasai betul apa yang dia tulis dengan tangannya sendiri. Adapun cara kedua juga sebetulnya tidaklah buruk, karena cara tersebut lebih mudah dan lebih cepat. Hanya saja, pengajar yang bukan spesialisasinya di bidang bahasa Arab dan minimnya pengalaman pasti akan memilih buku yang tersedia dan mudah didapat dan lupa bahwa murid-muridnya adalah non-Arab. Maka dia akan sikat habis murid-muridnya, memukul rata setiap murid dan meminta mereka telan bulat-bulat materi, layaknya mengajari burung beo bicara. Maka wajar saja jika bahasa Arab di mata anak negeri layaknya hantu yang menakutkan. Dan itu semua karena kesalahan pengajar.
Perlu diperhatikan, mengajar bahasa Arab kepada non-Arab jauh lebih sulit daripada mengajar kepada penutur asli. Sama halnya kita mengajar bahasa Indonesia kepada bule itu lebih sulit daripada mengajarkannya kepada pribumi. Ketika mengajarkan kepada penutur asli maka kita ajarkan kaidah bahasa apa adanya dan dengan cara apapun tidak jadi masalah. Yang jadi masalah ketika kita mengajarkannya kepada bukan penutur asli, dengan metode yang sama persis sebagaimana diajarkan oleh nenek moyang kita, maka ini yang perlu diperhatikan. Padahal non-Arab berbeda dengan orang Arab. Itu yang seringkali terlupakan. Non-Arab butuh beberapa pendekatan untuk mampu memahami bahasa Arab, terlebih lagi mereka belajar di usia yang tidak lagi belia. Tentu butuh metode yang runut, pemilihan kosakata yang familiar, adanya kamus mufrodat, adanya harokat, pengenalan tulisan dan makhroj, penyesuaian budaya, butuh audio dan visual, dan seterusnya. Maka jelas mengajarkan bahasa Arab kepada penutur asing butuh pengajar yang profesional bukan malah dijadikan pekerjaan serabutan.

Sekedar curahan hati di heningnya malam kota Riyadh

Abu Kunaiza