Sungguh
miris sekali melihat praktek pengajaran bahasa Arab di negeri kita ini. Di saat
bahasa asing lainnya diajarkan oleh para pengajar yang kompeten, maka bahasa
Arab hanya diajarkan oleh ustadz-ustadz yang sebetulnya mereka tidak kompeten
di bidangnya, hanya sebatas tahu bahasa Arab. Jadi seakan-akan bahasa Arab itu
sekedar sampingan. Ketika kita mengajar materi aqidah, fiqih, tafsir, dll
dianggap tidak profesional karena bukan bidang kita, mengapa mereka menutup
mata dengan bahasa Arab?
Ketahuilah
inilah yang membuat bahasa Arab kurang peminat. Seandainya pun ada yang
berminat maka pasti mereka mencari yang gratisan, padahal untuk belajar bahasa
Inggris mereka rela keluar uang hingga jutaan rupiah. Sungguh miris nasib
bahasa Arab di negeri kita.
Pada
dasarnya, ada 2 cara pengajar bahasa Arab dalam menyiapkan bahan ajar: dengan
menyusunnya sendiri atau memilih dari buku panduan yang ada. Cara yang pertama
ini lebih baik karena pengajar bisa menyesuaikan silabus berdasarkan kondisi
murid yang dia hadapi, disamping itu juga pasti dia sudah menguasai betul apa
yang dia tulis dengan tangannya sendiri. Adapun cara kedua juga sebetulnya
tidaklah buruk, karena cara tersebut lebih mudah dan lebih cepat. Hanya saja,
pengajar yang bukan spesialisasinya di bidang bahasa Arab dan minimnya pengalaman pasti akan memilih buku
yang tersedia dan mudah didapat dan lupa bahwa murid-muridnya adalah non-Arab. Maka
dia akan sikat habis murid-muridnya, memukul rata setiap murid dan meminta
mereka telan bulat-bulat materi, layaknya mengajari burung beo bicara. Maka wajar
saja jika bahasa Arab di mata anak negeri layaknya hantu yang menakutkan. Dan itu
semua karena kesalahan pengajar.
Perlu
diperhatikan, mengajar bahasa Arab kepada non-Arab jauh lebih sulit daripada
mengajar kepada penutur asli. Sama halnya kita mengajar bahasa Indonesia kepada
bule itu lebih sulit daripada mengajarkannya kepada pribumi. Ketika mengajarkan
kepada penutur asli maka kita ajarkan kaidah bahasa apa adanya dan dengan cara
apapun tidak jadi masalah. Yang jadi masalah ketika kita mengajarkannya kepada
bukan penutur asli, dengan metode yang sama persis sebagaimana diajarkan oleh
nenek moyang kita, maka ini yang perlu diperhatikan. Padahal non-Arab berbeda
dengan orang Arab. Itu yang seringkali terlupakan. Non-Arab butuh beberapa
pendekatan untuk mampu memahami bahasa Arab, terlebih lagi mereka belajar di
usia yang tidak lagi belia. Tentu butuh metode yang runut, pemilihan kosakata
yang familiar, adanya kamus mufrodat, adanya harokat, pengenalan tulisan dan
makhroj, penyesuaian budaya, butuh audio dan visual, dan seterusnya. Maka jelas
mengajarkan bahasa Arab kepada penutur asing butuh pengajar yang profesional bukan
malah dijadikan pekerjaan serabutan.
Sekedar curahan
hati di heningnya malam kota Riyadh
Abu
Kunaiza
0 komentar:
Posting Komentar