1.
‘Adl yang berasal dari ‘alam atau yang semisal
Terjadi pada 6 keadaan:
a.
‘Alam mudzakkar dengan wazan فُعَل
Ketahuilah bahwa setiap isim ‘alam yang terdiri
dari 3 huruf maka selalu diakhiri tanwin baik dalam keadaan ma’rifah maupun
nakiroh, baik mudzakkar seperti زَيدٌ, maupun muannats seperti هِنْدٌ, baik ‘aroby seperti سَعْدٌ, maupun a’jamy seperti نُوْحٌ. Kecuali ‘alam mudzakkar dengan wazan فُعَل yang akan dijelaskan berikut ini.[1]
Setiap ‘alam mudzakkar dengan wazan فُعَل yang
ditaqdirkan (diperkirakan) berasal dari isim ‘alam yang berwazan isim fa’il فاعِل atau
isim tafdhil أفْعَل, maka
dia ghairu munsharif. Yakni dengan ketentuan jika dia memiliki bentuk isim
fa’il, jika tidak maka ditaqdirkan dari isim tafdhilnya.[2] Kemudian para ulama menyebutkan bahwa hal ini
tanpa sebab yang jelas alias sama’i.[3] Mereka menyebutnya tanpa sebab yang jelas karena
jika kita katakan bahwa setiap ‘alam mudzakkar yang berwazan فُعَل adalah
ghairu munsharif maka ini tidak benar, karena ada juga yang munsharif seperti أُدَدٌ.[4] Jika kita katakan bahwa setiap ‘alam berwazan
isim fa’il فاعِل atau isim tafdhil أفْعَل bisa
dibuat ‘adl maka ini tidak benar, misalnya مالِك tidak
bisa diubah menjadi مُلَكُ.[5] Sehingga tidak bisa kita sebut bahwa ‘adl jenis
ini memiliki 1 ‘illah yang menyebabkan dia ghairu munsharif yaitu ‘alam
berwazan فُعَل sebagaimana
shighah muntahal jumu’. Begitu juga kurang tepat jika ‘adl jenis ini disebut
memiliki 2 ‘illah yaitu ‘adl dan ‘alam, karena kenyataannya tidak semua ‘alam
berwazan فُعَل itu ghairu
munsharif.[6] Sehingga lebih aman jika kita menyebutnya tanpa 2
‘illah (غيرُ عِلَّتَين).[7]
(1) عُمَر ُ عن عَامِرٍ، (2) زُفَرُ
عن زافر، (3) زُحَلُ عن زاحل، (4) مُضَرُ عن ماضر، (5) ثُعَلُ
عن أثعل، (6) هُبَلُ عن هابل، (7) جُشَمُ عن جاشم، (8) قُثَمُ
عن قاثم، (9) جُمَحُ عن جامح، (10) قُزَحُ عن قازح، (11) دُلَفُ
عن دالف، (12) هُدَلُ عن هادل، (13) عُصَمُ عن عاصم، (14) بُلَعُ
عن بالع، (15) جُحَا/حُجَى عن جاحٍ.
Faedah yang bisa diambil:
·
Ada
banyak wazan فُعَل yang tidak
termasuk ke dalam bab ini. Seperti: أُخَرُ (‘adl dari sifat), أُدَدٌ (‘alam mudzakkar tapi bukan ‘adl), جُمَعُ (‘adl dari taukid, akan dibahas pada bab
berikutnya), ظُلَمٌ (jamak dari ظُلمَةٌ), هُدًى (mashdar), نُغَرٌ (isim jinsi),[9] طُوَى (ghairu
munsharif karena nama lembah adalah muannats, jika ta’nits bertemu dengan ‘adl
maka utamakan ta’nits, karena ta’nits lebih jelas tandanya dan lebih banyak
jumlahnya daripada ‘adl[10]), تُتلُ (ghairu
munsharif karena dia nama a’jam, jika ‘ajam bertemu dengan ‘adl maka utamakan
a’jam, karena a’jam jika lafadznya sesuai dengan lafadz ‘arab maka dia menjadi
mu’arrab atau dianggap bahasa resapan[11]).
·
Jika
lafadz-lafadz tersebut muncul bukan sebagai nama namun dalam bentuk nakiroh
maka menjadi munshorif karena hilang salah satu ‘illahnya.[12]
·
Tujuan
dari ‘adl jenis ini ada 2: Tujuan dari segi lafadz, yaitu meringkas dari 4
huruf menjadi 3 huruf (menghilangkan huruf alif).[13] Tujuan dari segi makna, yaitu memurnikan isim
‘alam, karena jika tidak diubah dikhawatirkan tertukar dengan sifat.[14]
Rizki Gumilar
di Kampung Santri
[1] Ma yanshorif
wa ma la yashorif: 39, 56
[2] Al-Mamnu’
minash shorf mu’jam wa dirosah: 191
[3] Ham’ul
hawami’: 1/95, Syarhul mufashshol: 1/144, Audhohul masalik: 4/129, Hasyiyatush
shobban: 3/388
[4] Al-Idhoh fi
syarhil mufashshol: 1/97, Al-Mamnu’ minash shorf mu’jam wa dirosah: 191
[6] Audhohul
masalik: 4/129
[7] Al-Kunnasy:
1/125
[8] Hasyiyatush
shobban: 3/388
[10] Syarh al-kafiyah
asy-syafiyah: 3/1473-1474, Audhohul masalik: 4/129, Hasyiyatush shobban: 3/394
[11] al-Idhoh fi
syarhil mufashshol: 1/113
[12] Al-Kitab:
3/222, Syarhul ‘umdah: 2/872
[13] Hasyiyatush
shobban: 3/388
0 komentar:
Posting Komentar