b.
Munada mudzakkar dengan wazan فُعَل
Jenis ini semisal dengan ‘alam mudzakkar dengan
wazan فُعَل, hanya
saja dia khusus pada bentuk panggilan (nida). Bentuk ini dimaksudkan untuk
memanggil seseorang (laki-laki) dengan panggilan yang buruk atau celaan,
seperti: يا فُسَقُ (maknanya: فاسِقٌ), يا
غُدَرُ (maknanya: غادِرٌ), يا
سُفَهُ (maknanya: سافِهٌ), يا شُتَمُ (maknanya: شاتِمٌ), يا
فُجَرُ (maknanya: فاجِرٌ), يا
خُبَثُ (maknanya: خبيثٌ), يا
لُكَعُ (maknanya: ألكَعُ).[1] Hanya saja perbedaannya dengan عُمَر dan yang semisal adalah dia lebih berhak
untuk tidak bertanwin, karena ‘adl-nya bersifat pasti sedangkan ‘adl عُمَر adalah
sama’i.[2] Dan yang menjadi landasan bahwa عُمَر berasal
dari kata عامِرٌ adalah
bentuk nida ini, hal ini menunjukkan bahwa ‘adl pada nida adalah qiyasi.[3]
Faedah yang bisa diambil:
·
Jika
ada sifat menggunakan lafadz nida tadi maka tetap munsharif, sebagaimana sabda
Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- ketika mencari Hasan bin Ali -radhiyallahu
‘anhuma-:
"أثَمَّ لُكَعٌ أثَمَّ
لُكَعٌ ؟" (صحيح مسلم، كتاب فضائل
الصحابة، باب فضائل الحسن والحيسن، رقم: 57)
Maka para ulama[4] mengatakan
bahwa لُكَعٌ di sini adalah
sifat yang maknanya الصغير [5] sebagaimana
لُبَدًا pada
ayat: يَقُولُ
أَهْلَكْتُ مَالًا لُّبَدًا (البلد: 6)
Rizki Gumilar
di Kampung Santri
0 komentar:
Posting Komentar