Rabu, 06 September 2017

Adl, kaidah yang terlupakan (bag. 8)


e.      Sahar (سَحَرَ)
Al-Laits mengatakan bahwa السَّحَر adalah akhir malam,[1] yakni sesaat sebelum shubuh.[2] Jumur nuhat memasukkan kata ini ke dalam ghairu munsharif jika terkumpul beberapa syarat berikut:
1.      Yang dimaksud dengan سَحَرَ disini adalah waktu sahur yang tertentu,[3] yakni pada waktu dimana kamu berada.[4] Namun jika yang dimaksud adalah salah satu waktu sahur (masih umum) maka ulama sepakat untuk membuatnya munsharif [5] sebagaimana kalam Allah:
نَّجَّيْنَاهُم بِسَحَرٍ  (القمر: 34)
2.      Digunakan sebagai dzhorof. Jika dia bukan sebagai dzhorof namun ma’rifah, maka harus menggunakan ال atau idhofah.[6] Misalnya: طابَ السَّحَرُ سَحَرُ ليلتِنا (sebaik-baik waktu sahur adalah sahur pada malam kami).
3.      Syarat terakhir ini sebetulnya berlaku untuk semua ‘adl. Yaitu tidak boleh diberi ال atau idhofah karena akan hilang unsur ‘adl-nya. Tidak boleh dibuat tashghir karena tidak lagi mirip dengan fi’il. Dan tidak dijadikan sebagai isim ‘alam karena tidak lagi digunakan sebagai dzhorof. Jika semua syarat ini tidak terpenuhi maka سَحَرَ menjadi munsharif.
Atas dasar tersebut maka akan kita dapati سَحَرَ yang ghairu munsharif selalu dalam keadaan manshub sebagai dzhorof.[7]
Jumhur sepakat bahwa yang menyebabkan سَحَرَ ghairu munsharif adalah ‘adl dan ma’rifah. Namun dia ‘adl dari kata apa dan apa yang menyebabkan dia ma’rifah? Jumhur pun sepakat bahwa سَحَرَ adalah ‘adl dari kata السحر dan perubahan ini hanyalah perubahan lafadz tanpa mengubah makna sedikit pun.[8] Adapun mengenai apa yang menyebabkannya menjadi ma’rifah ulama berselisih pendapat. Yang paling rajih adalah karena dia syibhul ‘alam. Karena isim ma’rifah hanya ada 5: dhomir, ‘alam, isyaroh, al, dan idhofah. Sedangkan سَحَرَ tidak termasuk ke dalam salah satunya. Hanya saja سَحَرَ mirip dengan ‘alam karena dia ma’rifah tanpa tanda ta’rif.[9]

Faedah yang bisa diambil:
·         Sebagian ulama menghukumi رَجَبَ (bulan ke 7) dan صَفَرَ (bulan ke 2) sama dengan سَحَرَ.[10]
·         Tujuan dari ‘adl ini adalah ikhtishor.

Rizki Gumilar
Di Kampung Santri




[1] Tahdzibul lughah: 4/293
[2] Al-Mishbahul munir: 102
[3] Ash-Shofwatush shofiyyah: 1/463
[4] Syarhul muqoddimah al-Jazuliyyah: 2/720
[5] Al-Kitab: 1/225, al-Muqtadhob: 3/378, al-Ushul: 2/89, al-Masailul ‘adhodiyyat: 58, Amaly Ibn asy-Syajary: 2/578, Syarhul mufashshol: 2/99, Syarhul kafiyah asy-syafiyah: 3/1481, Syarhut tashrih: 2/344
[6] Al-Kitab: 3/283, Syarhul kafiyah asy-syafiyah: 3/1479, Syarhut tashrih: 2/344
[7] Syarhul mufashshol: 2/100
[8] Al-Kitab: 3/283, Syarhul mufashshol: 2/99, Syarh Ibn an-Nadzhim: 467, Ham’ul hawami’: 1/98, Hasyiyatush Shobban: 2/195
[9] Syarhul mufashshol: 2/99, Al-Muqorrib: 360
[10] Hasyiyatul Khudhory: 2/107

0 komentar:

Posting Komentar