Jumat, 15 September 2017

Isim Maqshur, Isim yang Dipingit


          Satu-satunya isim mu’rab yang diberi udzur tanpa batas untuk tidak menampakkan tanda i’robnya adalah isim maqshur. Hal ini disebabkan oleh alif yang ada di akhirnya. Sebagaimana kita tahu alif tidak akan pernah berharakat, abadan, selamanya. Karena jika alif berharakat, bukan lagi alif namanya, namun berubah menjadi hamzah. Ya, hamzah adalah alif berharakat. Maka selama alif tidak bisa diharakati, maka isim maqshur diberi izin untuk tidak menampakkan tanda i’robnya, unlimited alias tanpa batas. Berbeda halnya dengan مَنْ, كَمْ, atau yang semisalnya, huruf sukun selain alif tidak diberi udzur khusus, sehingga tidak dimasukkan ke dalam isim mu’rab.
          Saking tertutupnya isim maqshur dari tanda i’rob, sampai-sampai ulama menamainya isim maqshur. Maqshur secara bahasa maknanya dipingit. Sebagaimana Allah f berfirman:
حُورٌ مَّقْصُورَاتٌ فِي الْخِيَامِ (الرحمن: 72)
“Para bidadari yang jelita, yang dipingit didalam rumah”
Maka isim maqshur adalah isim yang dipingit (dijaga) dari semua tanda i’rob. Ketika kita mengatakan قام الفتى، ورأيت الفتى، ونظرتُ إلى الفتى maka kita niatkan adanya harakat i’rob di akhir kata, meskipun tidak nampak.
Adapun menurut istilah, isim maqshur adalah setiap isim yang diakhiri oleh alif maqshurah. Disebutkan alif maqshurah untuk membedakan dia dengan alif mamdudah, yang mana alif mamdudah adalah alif yang dipanjangkan karena setelahnya diikuti oleh hamzah.
Meskipun semua isim maqshur pasti mu’rab, namun dia terbagi ke dalam 2 kelompok: munsharif dan ghairu munsharif. Bagaimana cara membedakannya?
Sebelumnya kita harus tahu terlebih dahulu jenis alifnya. alif pada isim maqshur terbagi menjadi 2: alif sebagai huruf asli (sebagai lamul kalimah) yang mana hakikatnya dia wawu atau ya, dan alif sebagai huruf tambahan yang berfungsi sebagai ta’nits, ilhaq, atau untuk memanjangkan kata. Contoh:
1.     Alif yang berasal dari wawu: عصًا، قفًا
2.    Alif yang berasal dari ya: فتًى، هدًى
3.    Alif ta’nits: سلمَى، حُبلَى
4.    Alif ilhaq: أرطًى، ذِفْرًى
5.    Alif untuk memanjangkan kata: قَبَعثَرًى، كُمَّثرًى

Dari keterangan di atas, bisa kita ambil beberapa faedah:
     
     ·         Hanya isim maqshur yang diakhiri dengan alif ta’nits yang termasuk ghairu munsharif. Karena tanda ta’nits tersebut menghalangi dia dari tanwin.
       ·         Untuk membedakan alif asli dengan alif tambahan adalah dengan melihat semua kata turunannya. Jika alif tersebut hilang pada turunan yang lain maka dia bukan alif asli.
      ·         Untuk membedakan alif yang berasal dari wawu dengan alif yang berasal dari ya, bisa kita lihat dari bentuk alifnya. Yang berasal dari wawu ditandai dengan alif lurus, sedangkan yang berasal dari ya ditandai dengan alif bengkok.
      ·         Selain dengan tanwin, untuk membedakan alif ilhaq dan alif pemanjang dengan alif ta’nits adalah dengan cara menambahkan ta marbuthah. Alif ta’nits tidak mungkin bisa ditambahkan ta marbuthah karena tidak bisa 2 tanda ta’nits bergabung dalam 1 kata. Sedangkan alif lain bisa ditambahkan ta marbuthah, seperti أرْطاةٌ.
      ·         Untuk membedakan alif ilhaq dengan alif pemanjang adalah. Untuk alif ilhaq harus memiliki kata pembanding yang diikuti wazannya. Misalnya kata أرطًى mengikuti kata جَعفَرٌ dan مِعزًى mengikuti kata دِرهَمٌ. Adapun , alif pada kata قَبَعثَرًى adalah murni hanya untuk memanjangkan kata, yang semula 5 huruf menjadi 6 huruf, tanpa adanya kata yang diikuti. Maka setiap ilhaq pasti berdampak memanjangkan kata, namun tidak semua kata yang dipanjangkan itu mengikuti kata lain (ilhaq).

Kita lihat isim maqshur yang munsharif lebih banyak daripada yang ghairu munsharif. Tandanya adalah ketika dia nakirah akan nampak tanwinnya (fathatain), seperti  هذا فَتًى، ورأيت فَتًى، ونظرتُ إلى فَتًى.
Apakah fathatain tersebut menjadi tanda i’rab? Jawabnya, tidak. Tetap tanda i’rabnya tidak kasat mata (dhammah muqaddarah, fathah muqaddarah, dan kasrah muqaddarah). Adapun tanwin tersebut hanya untuk menunjukkan bahwa dia munsharif. Awalnya, bertemu 2 sukun berturut-turut ketika nakirah, yaitu pada alif dan tanwin. Maka kaidahnya ketika bertemu 2 sukun, yang mana huruf pertama adalah huruf mad, dan dia tidak memiliki fungsi vital pada kata tersebut maka hilangkan, adapun huruf kedua dibiarkan. Kita lihat alif maqshurah tidak memiliki fungsi vital melainkan hanya sebagai lamul kalimah, seandainya kita hilangkan maka masih ada huruf yang tersisa. Adapun tanwin di sini fungsinya cukup penting, yakni untuk membedakan dia dari ghairu munsharif. Di samping itu, meskipun alif secara lafadz hilang namun secara tulisan tetap ada, ditambah lagi di setiap kondisi i’rab kita letakkan fathatain untuk menunjukkan bahwa setelahnya masih ada alif. Maka dari itu tidak ada masalah sama sekali jika kita hilangkan alif maqshurah secara lafadz ketika nakirah.
Adapun ketika ghairu munsharif, alif tersebut tetap ada secara lafadz maupun tulisan. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya tanwin. Misalnya:
 هذا سلمَى، ورأيت سلمَى ، ونظرتُ إلى سلمَى
Eits.... jangan lupa! Tidak ada kasrah muqaddarah pada isim maqshur jenis ini karena dia ghairu munsharif. Sehingga tanda i’rabnya hanya 2: dhammah muqaddarah dan fathah muqaddarah.
          Demikian pembahasan singkat tentang isim maqshur yang dipingit, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

Rizki Gumilar
Di Toriyo, Sukoharjo

Referensi:
Syarhul Mufashshol

Mausu’atu ‘Ulumil Lughatil ‘Arabiyyah

6 komentar:

  1. Penjelasan yang mudah dimengerti, ,terima kasih artikelnya.

    BalasHapus
  2. Kata مُصَلَّى termasuk isim maqshur atau bukan ya? Mohon penjelasan... syukron

    BalasHapus
  3. Ahsanallohu ilaikum,, mohon pencerahannya ustadz terkait alif fariqoh, mengapa alif fariqoh setelah waw jama'ah dihapus ketika bersambung dengan dhomir (كتبوه) dan bukan ditulis (كتبواه) ? Syukron ustadz

    BalasHapus