Rabu, 06 September 2017

Adl, kaidah yang terlupakan (bag. 2)


B.     Pembagian ‘Adl
Di dalam prolog disebutkan bahwa suatu isim terhalang dari tanwin disebabkan adanya 1 atau 2 far’i pada isim tersebut. Yang disebabkan oleh 1 far’i maka sebab tersebut merupakan sebab lafdzi, yakni lafadz jamak atau lafadz muannats. Adapun yang disebabkan oleh 2 far’i maka salah satunya harus berupa lafdzi dan yang lainnya berupa ma’nawi.
Begitu juga dengan ‘adl, padanya terkumpul 2 far’i yaitu far’i yang bersifat lafdzi yaitu lafadz ‘adl itu sendiri, dan yang bersifat ma’nawi yaitu berasal dari sifat atau ‘alam. Sifat merupakan far’i dari maushuf dan isim ‘alam merupakan far’i dari isim nakiroh. Maka pembagian ‘adl ini akan dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu ‘adl yang berasal dari sifat dan ‘adl yang berasal dari ‘alam.

1.      ‘Adl yang berasal dari sifat
Terjadi pada 2 keadaan:
a.      Bilangan yang berulang (العدد المكرّر)
Bilangan yang dimaksud di sini adalah bilangan 1-10 dengan wazan فُعال atauمَفْعَل  [1] sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala:
فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ (النساء: 3)
“maka nikahilah wanita-wanita yang kamu senangi, masing-masing dua, tiga, atau empat”
 الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَّثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ (فاطر: 1)
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan yang bersayap, masing-masing dua, tiga, atau empat”
Sibawaih menjelaskan: “aku bertanya kepadanya (al-Kholil) tentang أُحاد, مثنى, مَثلث, dan رُباع, maka dia menjawab: “kedudukannya sebagaimana أُخَر, hanya saja dia berasal dari واحِدًا واحدًا dan اثنين اثنين kemudian berubah dari bentuk asalnya dan hilanglah tanwinnya.””
Kemudian aku bertanya lagi: “apakah dia bertanwin ketika nakiroh?” jawabnya: “tidak, karena dia sudah nakiroh menjadi sifat isim nakiroh, sebagaimana perkataan Abu ‘Amr: “sebagaimana pada ayat: أُولِي أَجْنِحَةٍ مَّثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ maka ‘adadnya sebagai sifat. Seakan-akan kamu mengatakan: أُولِي أَجْنِحَةٍ  اثنين اثنين وثلاثة ثلاثة””[2]

Faedah yang bisa diambil:
·         Jika seseorang dinamai dengan lafadz-lafadz tersebut maka tetap ghairu munsharif menurut jumhur.[3]
·         Perubahan مثنى dari اثنين اثنين adalah murni perubahan lafadz, tanpa mengubah makna.[4]
·         Jika lafadz ‘adad mukarror ini diulang maka lafadz kedua hanyalah sebagai taukid, bukan makna takrir (pengulangan) lagi,[5] sebagaimana dalam hadits:
إنّ رجلًا قال: "يا رسول الله كيف صلاةُ الليل؟ " قال: "مثنى مثنى" (صحيح البخاري، كتاب التهجد، باب كيف كانت صلاة النبي صلى الله عليه وسلم وكم كان يصلي من الليل؟ رقم: 1137)
·         Tujuan dari ‘adl ini adalah ikhtishor (meringkas) dari lafadz yang berulang menjadi 1 lafadz saja.[6]
      

    Rizki Gumilar
     di Kampung Santri




[1] Syarhul jumal: 2/340, An-Nahwul wafi: 4/222-223
[2] Al-Kitab: 3/225
[3] Irtisyafudh dhorob: 2/874-875, Syarhut tashrih: 2/329, al-Musa’id: 3/35-36
[4] al-Idhohul ‘adhudi: 301, Syarhul jumal: 2/341, al-Mukhashshash: 17/121
[5] Audhohul masalik: 4/122, Hasyiyatush shobban: 3/350
[6] Ash-Shofwatush shofiyyah: 2/353

0 komentar:

Posting Komentar