مِن
كلِّ أَجْوَرَ حُكْمًا مِن سَدُومَ قضى
|
عمرُو
بن عثمانَ مما قد قضى سَدَما
|
...dari
orang-orang yang lebih menyimpang keputusannya dari hakim Sodom.[1]
Amr
bin Utsman (Sibawaih) meninggal atas apa yang telah ditetapkan, dengan
penyesalan dan kesedihan... [2]
|
|
حُسّادُهُ
في الورى صَمَّت فكُلُّهم
|
تُلفِيهِ
مُنتقدًا لِلقول مُنتقِما
|
Di
belakang, orang-orang yang dengki kepadanya mendadak tuli[3]
Mereka
merendahkannya dengan mengkritik ucapannya dan mencela...[4]
|
|
فما
النُّهَى ذَمَمًا فيهم مَعارِفُها
|
ولا
المَعارِفُ في أهل النُّهى ذَممَا
|
Tidaklah
akal mereka terjaga pengetahuannya
Dan
tidak pula pengetahuan ulama, mereka jaga
|
|
فأصبحت
بعده الأنفاس كابِيةً
|
في
كلِّ صَدرٍ كأن قد كُظَّ أو كُظِما
|
Setelah
itu nafas-nafas tersumbat...
...di
dalam dada, seakan-akan telah terikat atau terkunci
|
|
وأصبحت
بعده الأنقاسُ باكيةً
|
في
كلِّ طِرسٍ كدَمعٍ سَحَّ وانسَجَما
|
Setelah
itu tinta-tinta menangis...
...di
setiap kertas, seperti air mata yang mengalir tanpa henti
|
|
وليَّس
يخَلُو امرؤٌ من حاسدٍ أضِم ٍ
|
لولا
التَّنافُسُ في الدّنيا لمَاَ أَضِما
|
Setiap
orang tidak luput dari iri dan dengki
Kalaulah
bukan karena persaingan dunia, pasti dia tidak akan dengki[5]
|
|
والغَبْنُ
في العلم أشْجَى محِنةٍ عُلمَت
|
وأبرحُ
النّاسِ شجْوًا عالمٌ هُضِما
|
Ketahuilah
bahwa kecurangan dalam ilmu adalah ujian yang paling menyedihkan
Dan
manusia yang paling besar kesedihannya adalah ulama yang tidak dipenuhi
haknya[6]
|
Dari nadzhom di atas bisa kita ambil kesimpulan bahwa isim kedua
setelah idza bisa kita rafa’kan sebagai khabar dan ini pendapat yang rajih
sebagaimana al-Qur’an turun dengannya. Namun bisa juga dinashabkan sebagai haal
jika idza dianggap khabar atau khabarnya mahdzuf. Wallahu a’lam.
Selesai
Rizki Gumilar
di Kampung Santri
[1] Sodom adalah kota
terbesar dari 5 kota kaum Nabi Luth yang dimusnahkan Allah (4 kota lainnya
adalah Sho’bah, Sho’wah, ‘Atsroh, dan Duma), tanpa sisa karena perbuatan
mereka. Sebagaimana diabadikan di dalam surat Hud:
قَالُوا يَا لُوطُ إِنَّا رُسُلُ رَبِّكَ لَن
يَصِلُوا إِلَيْكَ ۖ فَأَسْرِ بِأَهْلِكَ بِقِطْعٍ مِّنَ اللَّيْلِ وَلَا يَلْتَفِتْ مِنكُمْ أَحَدٌ
إِلَّا امْرَأَتَكَ ۖ إِنَّهُ مُصِيبُهَا مَا أَصَابَهُمْ ۚ إِنَّ مَوْعِدَهُمُ الصُّبْحُ
ۚ أَلَيْسَ الصُّبْحُ بِقَرِيبٍ (81) فَلَمَّا جَاءَ
أَمْرُنَا جَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهَا حِجَارَةً
مِّن سِجِّيلٍ مَّنضُودٍ (82) مُّسَوَّمَةً عِندَ رَبِّكَ ۖ وَمَا هِيَ مِنَ الظَّالِمِينَ
بِبَعِيدٍ (83)
“Para utusan (malaikat)
berkata: "Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu,
sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan
membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada
seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia
akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab
kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh
itu sudah dekat?” (81) “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum
Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan
batu dari tanah yang keras dan terbakar dengan bertubi-tubi” (82) “Yang diberi
tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim”
(83)
Pada waktu subuh, Jibril
memasukkan salah satu sayapnya kebawah kumpulan kota tersebut dan mencongkelnya
kemudian mengangkatnya hingga ke langit, sampai-sampai penduduk langit bisa
mendengar ringkikkan keledai, gonggongan anjing, dan kokokkan ayam. Setelah itu
kumpulan kota tersebut dijungkirbalikkan dengan sekali hempasan ke atas bumi
dan dihujani dengan bebatuan dari sijjil (tanah yang keras dan terbakar) yang
telah diberi nama sesuai target sasarannya. Disebutkan bahwa setiap kota dihuni
sekitar 100 ribu penduduk. (Tafsir al-Qur’an al-‘adzhim: 4/340-341, ar-Raudhu
al-mi’thar: 308)
Begitu
menyimpangnya perilaku penduduk Sodom ini, dan mereka memiliki hakim yang juga
menyimpang, hingga orang Arab memiliki pepatah: أجوَرُمن
قاضي سدوم (lebih menyimpang dari hakim Sodom) untuk mengibaratkan
bahwa sikapnya sangat menyimpang. (Tsamaaru al-quluub: 75, I’rab al-Qur’an
al-Karim wa bayanuhu: 4/208)
[2] Asy-Syummunni
menyebutkan bahwa masalah inilah yang menyebabkan kematian Sibawaih (Hasyiyatu
asy-Syummunni: 1/192, Syadaratu adz-dzahab: 281)
[3] Yakni ketika itu
Sibawaih berkata kepada sang Menteri:
"أيها الوزير، سألتُك إلا ما أمرتَهم أن
ينطقوا بذلك، فإنّ ألسنتَهم لا تجري عليه! إنما قالوا: الصواب ما قاله هذا
الشيخ"
“Wahai
Menteri, permintaanku padamu hanya satu: perintahkan mereka untuk
mengucapkannya, niscaya lidah mereka tidak akan mampu mengucapkan!
Mereka hanya akan mengucapkan: yang benar adalah yang dikatakan tuan ini”
Maka mereka pun
mendadak tuli tidak mendengarkan perintah Sibawaih (Bughyatu al-wu’ah: 2/230)
Hal ini dijelaskan
oleh ar-Ruudaani “bahwa secara naluri (spontanitas) orang Arab asli tidak mampu
melakukan lahn (kesalahan dalam bahasa) sebagaimana mereka tidak mampu
berbicara dengan bahasa non-Arab. Adapun jika mereka melakukannya dengan
sengaja (berbicara lahn atau berbahasa lain), maka tidak diragukan lagi
mereka mampu melakukannya. Aku pernah berbicara dengan orang Arab asli menggunakan
bahasa Abyssinia, Persia, Ibrani, dan yang lainnya. Begitu juga Abul Aswad
adalah orang Arab asli, dia pernah menceritakan ucapan putrinya kepada Amirul
mu’minin: ما أشدُّ الحر! (dia bisa lahn
jika disengaja meskipun dia ahli nahwu). Sehingga perkataan Sibawaih tentang
kisahnya bersama al-Kisa’i, dia meminta sang Menteri untuk memerintahkan mereka
mengucapkan apa yang mereka yakini (dibaca nashab), maka ini perlu dijelaskan maksudnya,
seakan-akan yang dimaksud oleh Sibawaih dengan “perintahkan mereka” adalah
perintahkan mereka yang belum pernah mendengar perkataan al-Kisa’i dan tidak
tahu kisah ini atau semisalnya, yakni orang-orang yang ucapan naluriahnya masih
bisa dijadikan tolak ukur” (Hasyiyatu ash-Shobban: 1/390-391, Nasy’atu
an-nahwi: 54)
[4] Diantara mereka
ada yang menunjukkan buruknya adab terhadap ulama, sebagaimana yang ditunjukkan
al-Ahmar terhadap Sibawaih. Dialah Ali bin al-Mubarak al-Kufi salah seorang
murid al-Kisa’i yang wafat pada tahun 194 H. Ketika itu dia menanyakan suatu
permasalahan kepada Sibawaih (tidak disebutkan apa pertanyaannya) sebelum
terjadinya perdebatan dengan al-Kisa’i. Kemudian Sibawaih menjawab. Maka
al-Ahmar berkata: "أخطأتَ" kemudian dia bertanya lagi 2-3 kali, kemudian dijawab. Maka al-Ahmar
berkata: "أخطأتَ". Sibawaih pun berkomentar: "هذا سوءُ أدَب".
(Majalis al-‘ulama: 9, Fathu al-qariib al-mujiib: 1/164-165)
[5] Pada
hakikatnya ini bukan sekedar perselisihan antara 2 orang saja melainkan antara
2 kota (Bashrah dan Kufah) sehingga unsur politiknya sangat kuat (Nasy’atu
an-nahwi: 53-54)
[6] Begitu pula
al-Kisa’i dicurangi oleh al-Yazidi di forum yang lain sebagaimana dia
mencurangi Sibawaih (Bughyatu al-wu’ah: 2/230)
0 komentar:
Posting Komentar