Ikhwati fillah, ketahuilah bahwasanya
tasyabbuh (penyerupaan) akan membuat pelakunya keluar dari asalnya. Sebagaimana
seorang lelaki yang menyerupai wanita dalam hal berpakaian atau berhias maka
secara psikologis akan mengeluarkan dia dari sifat kelelakiannya tanpa
disadari. Begitu juga seorang muslim yang menyerupai orang kafir akan
mengeluarkan dia dari fitrahnya (islam) secara perlahan. Hal semacam ini juga terjadi
pada kaidah nahwu.
Kita lihat 3 unsur kata (isim, fi’il,
dan harf) akan keluar dari prinsip asalnya ketika menyerupai satu sama lain. Perhatikan
penjelasan berikut dan pegang erat kaidah ini, kelak antum akan membutuhkannya.
1.
Isim menyerupai fi’il
Pada asalnya
isim adalah munshorif, yakni bisa dimasuki tanwin dan bisa dimasuki tanda jarr.
Namun ketika isim itu mirip dengan fi’il, maka menyebabkan ia ghoiru munshorif sebagaimana
fi’il juga tidak bisa dimasuki tanwin dan tidak majrur. Misalnya نظرت
إلى أحمدَ.
Sisi kemiripan antara isim ghoiru munshorif dan fi’il adalah: fi’il harus
memiliki 2 unsur agar bisa dikatakan fi’il sempurna yaitu hadats (makna pekerjaan)
dan zaman (waktu), begitu juga isim agar bisa menjadi ghoiru munshorif harus
memiliki 2 ‘illat (sebab) yaitu ‘illat makna dan ‘illat lafadz.
2.
Isim
menyerupai harf
Pada asalnya isim adalah mu’rob, yakni
bisa dimasuki tanda rofa’, nashob, dan jarr. Namun ketika isim itu
mirip dengan harf, maka menyebabkan ia mabni sebagaimana semua harf juga mabni.
Misalnya مَنْ هُوَ؟.
Sisi kemiripan isim mabni dan harf diantaranya karena lafadz dan makna. Dari segi
lafadz, ada isim yang terdiri dari 1-2 huruf sebagaimana harf seperti هو, padahal asalnya isim adalah 3-4 huruf. Dari
segi makna, ada isim yang maknanya mirip harf seperti مَن yaitu mirip hamzah istifham.
3.
Fi’il
menyerupai isim
Pada asalnya fi’il adalah mabni. Namun ketika
fi’il itu mirip dengan isim, maka menyebabkan ia mu’rob sebagaimana isim juga
mu’rob. Yang dimaksud fi’il mu’rob disini adalah fi’il mudhori’. Misalnya لَنْ
أذهبَ. Sisi kemiripan fi’il mudhori’ dengan isim
diantaranya dari lafadz dan amalannya. Dari segi lafadz, harokatnya sama dengan
isim fa’il-nya seperti مُسْلِمُوْنَ – يُسْلِمُُوْنَ. Dari segi amalannya, sama-sama merofa’kan
fa’il dan menashobkan maf’ul bih.
4.
Fi’il
menyerupai harf
Pada asalnya fi’il adalah mutashorrif,
yakni bisa di-tashrif berdasarkan perubahan waktunya. Namun ketika fi’il itu
mirip dengan harf, maka menyebabkan ia jamid (tidak bisa ditashrif) sebagaimana
harf juga tetap pada setiap waktunya. Misalnya fi’il لَيْسَ dan عَسَى tidak memiliki bentuk mudhori’ dan amr. Sisi
kemiripan fi’il jamid dengan harf adalah dari segi makna, لَيْسَ sama
seperti ما
bermakna nafi, dan عَسَى sama
seperti لعلّ
bermakna taroji (harapan).
5.
Harf
menyerupai fi’il
Pada asalnya harf beramal dengan lemah,
yakni hanya bisa beramal pada 1 ma’mul. Namun ketika harf itu mirip dengan fi’il,
maka menyebabkan ia beramal lebih kuat sebagaimana fi’il bisa beramal pada 2 ma’mul.
Yang dimaksud harf disini adalah inna wa akhowatuha. Misalnya إنَّ
زيدًا قائمٌ.
Sisi kemiripan inna wa akhowatuha dengan fi’il adalah dari segi lafadznya,
yaitu sama-sama terdiri dari 3 huruf dan diakhiri dengan fathah sebagaimana fi’il
madhi. Begitu juga dari segi maknanya, yaitu إنّ bermakna
أتأكّدُ.
6.
Harf
menyerupai isim
Pada asalnya harf tidaklah bermakna
kecuali bersama-sama dengan ma’mulnya. Namun ketika harf itu mirip dengan isim,
maka menyebabkan ia bermakna isim. Misalnya harf khithob pada ذلكم،
أولئكَ، إياكما
atau dhomir fashl pada زيدٌ
هو القائمُ.
Huruf-huruf tersebut bermakna dhomir dan taukid layaknya isim dikarenakan
lafadznya yang sama seperti isim dhomir.
Itulah
bentuk-bentuk kemiripan kata satu sama lain yang menyebabkan ia keluar dari
prinsip asalnya. Pahami dan hafalkan maka insya Allah akan bermanfaat.
Abu Kunaiza
Riyadh, 3 Dzulhijjah 1439 H
0 komentar:
Posting Komentar