Jumat, 17 Agustus 2018

Memahami Makna Maa Maushulah pada Surat al-Kafirun




Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah: “ما  dalam kaidah bahasa Arab ditujukan bagi sesuatu yang tidak berakal atau sifat bagi yang berakal.” (Majmu’ Fatawa: 16/562). ما  yang menunjukkan tidak berakal insya Allah antum sekalian sudah mengetahuinya. Adapun contoh untuk ما  yang menunjukkan sifat bagi yang berakal adalah pada ayat: فَانكِحُوا مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاءِ “Maka nikahilah wanita-wanita yang baik bagi kalian” (an-Nisa: 3).
Jika ada yang bertanya, mengapa isim maushul pada surat al-Kafirun menggunakan ما : لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ dan tidak menggunakan مَن: لَا أَعْبُدُ مَنْ تَعْبُدُونَ ? Ada yang berpendapat bahwa karena berhala itu tidak berakal. Maka jawaban ini tidak tepat, karena sesembahan mereka ada juga yang berasal dari malaikat, orang-orang sholeh, para nabi, jin, dan lain-lain. Meskipun ada juga sesembahan mereka yang tidak berakal, namun yang berakal semestinya mengalahkan yang tidak berakal sebagaimana firman Allah:
فَمِنْهُم مَّن يَمْشِي عَلَى بَطْنِهِ وَمِنْهُم مَّن يَمْشِي عَلَى رِجْلَيْنِ وَمِنْهُم مَّن يَمْشِي عَلَى أَرْبَعٍ 
“diantaranya ada yang berjalan di atas perutnya, ada yang berjalan dengan dua kakinya, dan ada yang berjalan dengan empat kaki” (an-Nur: 45)
Kita lihat pada ayat diatas, semuanya menggunakan lafadz مَن, padahal tidak semua yang dimaksud adalah manusia (yang berakal). Sehingga semestinya yang berakal mengalahkan yang tidak berakal.
Maka makna ما  maushulah pada ayat لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ adalah mencakup semua jenis yang disembah, baik dia tidak berakal maupun sifat dari yang berakal. Sedangkan jika menggunakan مَن, akan menjadi lebih spesifik yaitu hanya untuk yang berakal.
Bukti yang menguatkan bahwa ما  itu menunjukkan makna jenis secara umum adalah ucapan Fir’aun: وَمَا رَبُّ الْعَالَمِينَ؟ (الشعراء: 23). Apakah Fir’aun hendak menanyakan hakikat Robb? Bukan, karena dia sudah mengetahuinya, sebagaimana Nabi Musa berkata: لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنزَلَ هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ (الإسراء: 102) "Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan ayat-ayat itu kecuali Robb Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti yang nyata”. Lantas mengapa Fir’aun bertanya menggunakan ما ? Karena jika dia menggunakan مَن akan menunjukkan bahwa dia mengetahui hakikat Robb yang sebenarnya. Sehingga dia menggunakan kata ما sebagai bentuk pengingkaran: “Apa pula dia ini? Apa itu yang kau namakan Robb semesta alam?”.
Setelah kita mengetahui apa makna ما yang sebenarnya, sekarang bisa kita ambil kesimpulan mengapa pada surat al-Kafirun menggunakan kata ما  dan bukan مَن:
Pertama, menunjukkan bahwa kita harus berlepas diri dari semua jenis ilah selain Allah, baik berakal maupun tidak. Sedangkan jika menggunakan مَن hanya terbatas pada yang berakal. Kedua, berlepas diri disini tidak hanya terbatas pada objek yang disembahnya namun juga dari pelaku syiriknya dan ritual penyembahannya, karena semuanya batil. Sedangkan jika menggunakan مَن hanya terbatas pada objek yang disembah. Ketiga, menunjukkan bahwa semua ibadah mereka adalah batil meskipun di sebagian waktu mereka menyembah Allah, karena ibadah mereka adalah ibadah yang majemuk. Sedangkan jika menggunakan مَن akan menunjukkan bahwa sebagian ibadah mereka salah, sebagian lagi benar. Keempat, ketika ibadah mereka majemuk maka mereka juga berlepas diri dari kaum muslimin. Sedangkan jika menggunakan مَن mereka akan mengklaim bahwa ketika menyembah Allah mereka juga muslim meskipun setelah itu berbuat syirik lagi. Kelima, menunjukkan bahwa semua yang mereka yakini tentang Dzat Allah adalah batil. Sedangkan jika menggunakan مَن maka kita membenarkan anggapan mereka bahwa Nabi Isa itu Allah, patung itu Allah, dan seterusnya. Keenam, menunjukkan bahwa semua yang mereka yakini tentang Sifat Allah adalah batil. Seperti Allah memiliki anak, Allah ada dimana-mana, dan seterusnya. Jika menggunakan مَن makna ini tidak akan tercapai. Wallahu a’lam.

Disari dari Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jilid 16




Abu Kunaiza
Riyadh, 5 Dzulhijjah 1439 H


0 komentar:

Posting Komentar