Kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah:
“Fi’il Mudhori’ dalam kaidah bahasa Arab menunjukkan waktu yang kontinyu selain
waktu lampau. Dengan kata lain ia mencakup waktu sekarang dan mendatang.” (Majmu’
Fatawa: 16/551). Misalnya dalam surat al-Kafirun ada kata لَاأَعبُدُ dan
ماتَعبُدُونَ,
keduanya menggunakan fi’il mudhori’ yang bermakna menafikan ibadah kepada
sesembahan mereka yang sekarang dan mendatang.
Berbeda dengan ayat setelahnya yang
menggunakan syibhul fi’li وَلا أنا عابِدٌ dan
menggunakan fi’il madhi ماعَبَدتُّم.
Maka ini bermakna menafikan ibadah kepada sesembahan mereka yang telah lalu.
Sehingga jika 2 kalimat ini digabungkan, sudah mencakup penafian di semua
waktu: dulu, sekarang, dan mendatang.
Kemudian
kalau kita perhatikan pada ayat yang kedua ini وَلا
أنا عابِدٌ
menggunakan syibhul fi’li (isim fa’il),
tidak menggunakan fi’il sebagaimana ayat sebelumnya لَاأَعبُدُ. Sepintas tampak sama namun ada perbedaan
makna. Huruf لا
yang masuk pada jumlah ismiyyah diatas adalah لا
التَّبْرِئَةُ المُهْمَلَة
(nama lain dari laa nafiyyah lil jinsi yang tidak beramal). Huruf ini tidak
beramal karena isimnya bukan isim nakiroh. Jenis لا ini
berbeda dengan laa nafiyyah yang masuk kepada fi’il, karena ia memiliki makna
tambahan yaitu tabri’ah (berlepas diri, membersihkan), sehingga makna nafi-nya
lebih kuat.
Contoh
sederhananya sebagaimana kalimat: لا
أفعلُ كذا
artinya “aku tidak melakukan hal itu”, sedangkan لا
أنا فاعلٌ كذا
artinya “aku membersihkan diriku dari
melakukan hal itu, artinya berlepas diri secara total”. Syaikhul Islam
memperjelas lagi bahwa model kalimat yang pertama yang menggunakan fi’il, boleh
jadi dia meninggalkan perbuatan itu tanpa disertai benci namun karena ada sebab
lain. Sedangkan model kalimat kedua yang menggunakan isim, bermakna dia harus
mencegah dirinya dari perbuatan itu dengan kebencian, inilah yang dimaksud
dengan baro’ah.
Hal ini sejalan dengan firman Allah di
ayat yang lain:
أَنتُم
بَرِيئُونَ مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِّمَّا تَعْمَلُونَ
“Kalian
berlepas diri dari apa yang aku kerjakan dan aku berlepas diri dari apa yang kalian
kerjakan” (Yunus: 41)
Begitu
juga sebaliknya, dari pihak orang kafir pun menggunakan لا
التبرئة yakni ولا
أنتم عابِدُونَ
“bahwasanya kalian juga berlepas diri dari ibadah apa yang kaum muslimin
sembah”. Ini menunjukkan bahwa jiwa mereka itu kotor dan tidak layak menyembah
Ilaah-nya Nabi Muhammad -shalallahu ‘alaihi wa sallam-.
Uniknya,
ketika disandarkan kepada kaum kafir, objek yang disembahnya menggunakan fi’il
mudhori: ولا
أنتم عابِدُونَ ماأعبُدُ
tidak seperti ayat sebelumnya yang
menggunakan fi’il madhi: ولا أنا عابِدٌ ماعَبَدتُّم. Apa sebabnya? Jawabnya adalah sekiranya
menggunakan kalimat ولا أنتم عابِدُونَ ماعَبَدتُّ maka
mereka akan menyangkal dengan mengatakan: “Siapa bilang? Kami juga menyembah
apa yang kalian sembah ketika kalian masih jahiliyyah dahulu.” Maka lebih
sesuai menggunakan fi’il mudhori, yang maknanya kalian berlepas diri dari apa
yang aku sembah sekarang ini.
Maka
itulah alasannya mengapa ayat وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ diulang 2 kali dan keduanya menggunakan
fi’il mudhori. Yakni وَلَا أَنتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ yang pertama untuk dipasangkan dengan ayat
لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ yaitu
menafikan ibadah apa yang disembah orang kafir sekarang dan yang akan datang.
Sedangkan yang kedua untuk menafikan ibadah apa yang disembah orang kafir
dahulu kala. Keduanya menggunakan fi’il mudhori مَا أَعْبُدُ karena kenyataannya para sahabat juga sebelum masuk Islam
juga menyembah apa yang orang kafir sembah. Wallahu a’lam.
Disari dari Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah jilid 16
Abu Kunaiza
Riyadh, 5 Dzulhijjah 1439 H
0 komentar:
Posting Komentar